loading...
Diumumkannya sketsa wajah dua terduga penyerang Novel Baswedan tak membuat Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Komisi Pemberantasan Korupsi kendur mendorong terbentuknya tim gabungan pencari fakta (TGPF). Peneliti Pusat Studi Konstitusi, Feri Amsari, berpendapat penyerangan terhadap Novel bukan pidana biasa karena di dalamnya berkelindan mafia dan para pembenci KPK. “Untuk itu, upaya penyelidikan yang lebih netral sangat dibutuhkan dengan dibentuknya TGPF,” ujarnya, Minggu 26 November 2017.
Jumat 24 November 2017 lalu, Kepolisian Daerah Metro Jaya merilis sketsa wajah dua terduga penyerang Novel. Menurut Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis, sketsa itu memiliki kemiripan 90 persen dengan wajah asli.
Sebelumnya, pada 31 Juli, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian merilis satu wajah terduga pelaku. Namun, hingga kemarin, kepolisian belum bisa menemukan identitas para terduga pelaku penyerangan yang terjadi tujuh bulan lalu itu.
Namun, setelah pengumuman dua sketsa wajah pelaku penyerangan itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan mengurungkan niat untuk mendorong pembentukan TGPF. Menurut Agus, polisi sudah terbukti serius bekerja.
Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menilai secara hukum tidak ada progres yang berarti dari sketsa wajah yang diumumkan polisi. "Sketsa itu sudah pernah dirilis oleh media, yang tidak punya kekuasaan. Sedangkan polisi, yang punya kekuasaan, kenapa baru sekarang merilisnya?" katanya.
Sebelumnya, Koran Tempo telah menggambar sketsa wajah dua orang yang diduga pelaku, berdasarkan keterangan sejumlah saksi kunci. Sketsa itu dimuat pada edisi 31 Juli dan 1 Agustus 2017.
Sikap pimpinan KPK itu disayangkan banyak pihak. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Lalola Ester, berpendapat langkah lembaga antirasuah ini bisa disalahartikan. "Publik bisa saja membaca KPK tidak terlalu peduli dengan Novel Baswedan," katanya.
Meski begitu, menurut Lola, sikap pimpinan KPK itu tidak akan menyurutkan langkah mereka untuk mendesak Presiden membentuk TGPF. “Jika Presiden merasa perlu, tidak harus ada permintaan dari pihak mana pun, termasuk KPK.”
Istri Novel Baswedan, Rina Emilda, telah beberapa kali meminta pemerintah membentuk TGPF. Namun hingga kini belum ada respons. “Saya sudah serahkan semua urusan kepada Allah,” katanya.
Kepala Divisi Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengatakan polisi butuh waktu dalam membuat sketsa penyerang Novel Baswedan karena persoalan teknis. “Saksi sering pergi ke luar kota, tentunya memerlukan waktu juga,” katanya. tempo.co
loading...
Comments
Post a Comment