loading...
Sepanjang 2017 media sosial diwarnai berita hoax dan ujaran kebencian. Kemudian kisah
Saracen terungkap Agustus 2017 ketika Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri mengungkap penangkapan tiga pengelola akun Saracen. Mereka Jasriadi, 32 tahun, ketua yang merekrut anggota; Faiz Muhammad Tonong (43), koordinator Saracen sekaligus Media Informasi Saracennews; dan Sri Rahayu Ningsih (32), koordinator Saracen wilayah Jawa Barat.
Saracen terungkap Agustus 2017 ketika Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri mengungkap penangkapan tiga pengelola akun Saracen. Mereka Jasriadi, 32 tahun, ketua yang merekrut anggota; Faiz Muhammad Tonong (43), koordinator Saracen sekaligus Media Informasi Saracennews; dan Sri Rahayu Ningsih (32), koordinator Saracen wilayah Jawa Barat.
Polisi menyebut Saracen sebagai sindikat penyedia jasa konten kebencian di media sosial. Kelompok ini memanfaatkan isu SARA yang merebak menjelang hingga pasca-Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Kepala Subdirektorat 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim, Komisaris Besar Irwan Anwar, mengatakan Saracen aktif menerima pesanan dari sejumlah pihak untuk menyebar kebencian via media sosial. Akun yang terafiliasi Saracen mencapai 800. Motifnya, ekonomi.
Modus yang mereka lakukan ada dua. Pertama, mengirim proposal ke calon pemesan. Untuk jasa pembuatan website, mereka mematok harga Rp 15 juta. Sedangkan untuk jasa buzzer, mereka membanderol harga Rp 45 juta untuk tim berisi 15 orang. Adapun jasa ketua Rp 10 juta. Modus kedua, mengerjakan pesanan langsung.
Terbongkarnya jaringan Saracen menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Pada 27 Agustus 2017, Jokowi memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengusut tuntas Saracen termasuk donatur dan pemesan.
Namun, hingga berita ditulis, baru dua berkas Saracen yang sudah disidang. Pada 18 Desember lalu, Sri Rahayu Ningsih divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 20 juta atau kurungan 2 bulan di Pengadilan Negeri Cianjur. Dia dijerat Pasal 45 a ayat 1, juncto ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Sri dinyatakan bersalah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian individu dan kelompok berkaitan Suku Agama Ras Antargolongan (SARA) sebanyak beberapa kali. Sri pun menyatakan banding.
Adapun anggota Saracen Muhammad Abdullah Harsono menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 6 November 2017. Kejaksaan Negeri Pekanbaru mendakwa Harsono dengan tuduhan ujaran kebencian serta penghinaan terhadap Presiden Jokowi. Tempo.co
loading...
Comments
Post a Comment