loading...
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Damos Dumoli Agusman, menyebut Indonesia tidak bisa menjadi mediator dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel. Sebab, bilamana ingin menjadi mediator, maka Indonesia harus menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
"Bisa tidak Indonesia menjadi mediator kalau tidak membuka hubungan diplomatik? Tidak bisa," ujar Damos dalam acara diskusi di Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (23/12).
Cara memiliki hubungan diplomatik adalah dengan membuka kedutaan besar di suatu negara. Dengan begitu pula sama artinya membuat pengakuan terhadap negara tersebut. Indonesia tidak mengakui Israel sebagai negara berdaulat karena masih melakukan penjajahan atas Palestina.
"Presektif kita kesalahan AS adalah norma obligiation not to recognize. Negara dilarang memberikan pengakuan dari situasi pelanggaran ius cogens. Corrosive territorial acquisition. Ini yang dilakukan israel," kata Damos.
Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai hal yang sama. Indonesia tidak perlu membuka kedutaan besar di Israel. Karena itu menyalahi konstitusi negara kita sendiri.
"Karena itu gak sesuai dengan konstitusi kita bahwa penjajahan harus dihapus di atas muka bumi. Kalau kita mengakui Israel sebagai negara, kalau menurut saya kita menghindari konstitusi," ucap dia.
Indonesia sebagai mediator menurut dia sudah telat lantaran sudah banyak negara internasional yang berkecimpung sejak lama. Salah satunya AS. Malah kata damai sulit disepakati. Indonesia harusnya fokus menjadi anggota Dewan Keamanan PBB supaya bisa menyuarakan solusi yang tidak digaungkan.
"Karena itu menurut saya, untuk damaikan itu agak sulit kalau kita diminta menjadi mediator. Kalau Indonesia diminta mediasi seperti yang saya katakan membuat resolusi majelis umum PBB apalagi Indonesia akan bidding menjadi anggota Dewan Keamanan PBB," tukas dia.
Selain itu, Damos mengatakan Indonesia tidak perlu khawatir atas ancaman Trump sebab tidak memiliki pengaruh. Sebelumnya Trump mengancam pengurangan dana terhadap negara yang menolak voting terhadap AS dalam Resolusi Majelis Umum PBB.
"Tidak, Indonesia tidak khawatir. Dari indonesia tak mengubah ruang konstitusi kita, tidak ada perubahan," kata dia.
Damos melihat ancaman Trump tersebut hanya kosong belaka. Hal itu juga tidak mempengaruhi negara-negara lainnya.
"Negara-negara lain juga tidak signifikan kan tidak ada perubahan itu seperti satu ancaman, tak ada real effectnya bahasa gaulnya ga ngefek begitu. Buktinya dalam resolusinya gak ada itu," kata dia.
Sementara Hikmahanto melihat ancaman tersebut juga tidak berdampak atas apapun. Malah akan menjadi boomerang terhadap AS sendiri.
"Saya tidak yakin birokrasi di AS sepakat dengan cara-cara seperti itu. Ini menunjukan bahwa AS sudah tidak dianggap lagi sebagai kampiun demokrasi. Mana ada demokrasi mengancam-ancam gitu," kata dia. Merdeka.com
loading...
Comments
Post a Comment