loading...

Video Pria Puji Ahok Berhasil Atasi Banjir Jakarta Dengan Tanggul

NAWACITA JOKOWI

Jokowi Lantik Kepala BSSN Djoko Setiadi

JOKOWI Kecam Pernyataan TRUMP Atas YERUSALEM

Jokowi Beri 1.230 Sertifikat Tanah di Papua Barat

Dunia Akui Kinerja Ahok

Fakta...!!! Praktek Uang Haram Trotoar Tanah Abang Dibongkar Tim Najwa Shihab

PRESIDEN JOKOWI Jadi Imam Shalat PRESIDEN AFGHANISTAN

Pesan JOKOWI Untuk Relawan PROJO Hadapi Tahun Politik

loading...

Ustadz Zulkifli Penuhi Panggilan Penyidik Sebagai Tersangka Hatespeech dan SARA

loading...
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan kasus yang menjerat ustaz Zulkifli Muhammad Ali bukan kriminalisasi ulama.

Zulkifli ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan diskriminasi SARA.

"Prinsipnya sekali lagi, Polri tidak ingin melakukan kriminalisasi terhadap ulama," ujar Tito di Mapolda Metro Jaya, Jumat (19/1/2018).

Tito mencontohkan, jika seseorang dipidana padahal tidak melakukan tindak kejahatan barulah itu bisa disebut kriminalisasi.

Namun, jika seseorang melakukan pelanggaran dan polisi memprosesnya itu adalah bentuk penegakan hukum.

"Kenapa dilakukan itu? Karena adanya ceramah yang viral yang di dalamnya ada konten yang patut dipertanyakan. Contoh, katanya 200 juta KTP dibuat di Paris, 200 juta sudah dibuat di Tiongkok," ucap dia.

Menurut Tito, data yang disampaikan Zulkifli tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut bisa berbahaya jika ditelan mentah-mentah oleh masyarakat.

''Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata mohon maaf, datanya tidak ada. Yang 200 juta KTP dibuat di Perancis, di Tiongkok, ternyata datanya tidak ada yang akurat," ujar Tito.

Menurut Tito, Zulkifli mendapat informasi tersebut dari seseorang yang tidak diketahui kebenarannya.

"Yang bersangkutan sudah menyampaikan, datanya dari katanya, artinya tidak kredibel, dari sumber yang tidak tepat. Dan yang bersangkutan sudah memberikan klarifikasi," kata Tito.

Tito mengatakan, berdasarkan data yang dimilikinya, tidak ada KTP yang dibuat di luar negeri. Dia juga menyebut tidak ada eksodus warga negara asing yang hendak masuk ke Indonesia.

 "Apa yang disampaikan ulama, seringkali didengar, diikuti dan dicerna oleh publik. Oleh karena itu, publik harus diberikan data yang akurat dan kredibel. Kalau datanya tidak akurat, kredibel, sedangkan figurnya diikuti dan didengar publik, ini bahaya. Nanti
missleading ," kata Tito.

Sebelum menjalani pemeriksaan, Kamis (18/1/2018), ustaz Zulkifl mengatakan bahwa pernyataannya dalam ceramah yang dia sampaikan di hadapan jemaahnya bukan merupakan ujaran kebencian atau mendiskreditkan kelompok tertentu.
Menurut dia, isi ceramahnya merupakan hal yang dia ketahui dari hadits nabi.

"Apabila tentang pembahasan akhir zaman ini dibedah maka hadits-hadits Nabi lah sebagai panduannya," ujar Zulkifli sebelum diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (18/1/2018).

Zulkifli memenuhi panggilan penyidik sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan diskriminasi SARA.

Ia mengaku bingung dengan kalimat mana yang dimaksud mengandung ujaran kebencian. Justru, kata dia, ceramahnya itu berisi pesan moral agar masyarakat mewaspadai ancaman-ancaman yang bisa datang ke Indonesia.

"Kalau itu dianggap sebagai ujaran kebencian dan sebagainya, maka sangat banyak ayat-ayat Al Quran yang harus kita hapus dan sangat banyak hadits nabi yang kita tiadakan," kata Zulkifli.

Tak hanya berlandaskan hadits, Zulkifli juga menyebut pakar agama dari luar negeri juga sering menyebut bahwa pada 2018 ke atas akan sering terjadi keributan dan kekacauan yang masif di dunia.

"Saya sebagai ulama tentu menyampaikan dan saya sebagai putra bangsa asli. Kita cinta dengan negeri ini," kata dia.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal memastikan bahwa penyidik menemukan minimal dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Zulkifli sebagai tersangka.

Sebelum menetapkan tersangka, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi. Kemudian, ditambah dengan keterangan ahli untuk menilai apakah ada unsur pidana dalam penyampaian Zulkifli.

Zulkifli dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45B UU Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.  Tribunnews.com

loading...

Comments