loading...
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan
kasus yang menjerat ustaz Zulkifli Muhammad Ali bukan kriminalisasi ulama.
Zulkifli ditetapkan sebagai tersangka kasus
ujaran kebencian dan diskriminasi SARA.
"Prinsipnya sekali lagi, Polri tidak ingin
melakukan kriminalisasi terhadap ulama," ujar Tito di Mapolda Metro Jaya,
Jumat (19/1/2018).
Tito mencontohkan, jika seseorang dipidana
padahal tidak melakukan tindak kejahatan barulah itu bisa disebut
kriminalisasi.
Namun, jika seseorang melakukan pelanggaran dan
polisi memprosesnya itu adalah bentuk penegakan hukum.
"Kenapa dilakukan itu? Karena adanya ceramah
yang viral yang di dalamnya ada konten yang patut dipertanyakan. Contoh,
katanya 200 juta KTP dibuat di Paris, 200 juta sudah dibuat di Tiongkok,"
ucap dia.
Menurut Tito, data yang disampaikan Zulkifli
tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut bisa berbahaya jika ditelan mentah-mentah
oleh masyarakat.
''Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata mohon
maaf, datanya tidak ada. Yang 200 juta KTP dibuat di Perancis, di Tiongkok,
ternyata datanya tidak ada yang akurat," ujar Tito.
Menurut Tito, Zulkifli mendapat informasi tersebut
dari seseorang yang tidak diketahui kebenarannya.
"Yang bersangkutan sudah menyampaikan,
datanya dari katanya, artinya tidak kredibel, dari sumber yang tidak tepat. Dan
yang bersangkutan sudah memberikan klarifikasi," kata Tito.
Tito mengatakan, berdasarkan data yang
dimilikinya, tidak ada KTP yang dibuat di luar negeri. Dia juga menyebut tidak
ada eksodus warga negara asing yang hendak masuk ke Indonesia.
"Apa
yang disampaikan ulama, seringkali didengar, diikuti dan dicerna oleh publik.
Oleh karena itu, publik harus diberikan data yang akurat dan kredibel. Kalau
datanya tidak akurat, kredibel, sedangkan figurnya diikuti dan didengar publik,
ini bahaya. Nanti
missleading ," kata Tito.
Sebelum menjalani pemeriksaan, Kamis (18/1/2018),
ustaz Zulkifl mengatakan bahwa pernyataannya dalam ceramah yang dia sampaikan
di hadapan jemaahnya bukan merupakan ujaran kebencian atau mendiskreditkan
kelompok tertentu.
Menurut dia, isi ceramahnya merupakan hal yang
dia ketahui dari hadits nabi.
"Apabila tentang pembahasan akhir zaman ini
dibedah maka hadits-hadits Nabi lah sebagai panduannya," ujar Zulkifli
sebelum diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (18/1/2018).
Zulkifli memenuhi panggilan penyidik sebagai
tersangka kasus ujaran kebencian dan diskriminasi SARA.
Ia mengaku bingung dengan kalimat mana yang
dimaksud mengandung ujaran kebencian. Justru, kata dia, ceramahnya itu berisi
pesan moral agar masyarakat mewaspadai ancaman-ancaman yang bisa datang ke
Indonesia.
"Kalau itu dianggap sebagai ujaran kebencian
dan sebagainya, maka sangat banyak ayat-ayat Al Quran yang harus kita hapus dan
sangat banyak hadits nabi yang kita tiadakan," kata Zulkifli.
Tak hanya berlandaskan hadits, Zulkifli juga
menyebut pakar agama dari luar negeri juga sering menyebut bahwa pada 2018 ke
atas akan sering terjadi keributan dan kekacauan yang masif di dunia.
"Saya sebagai ulama tentu menyampaikan dan
saya sebagai putra bangsa asli. Kita cinta dengan negeri ini," kata dia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas
Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal memastikan bahwa penyidik menemukan minimal
dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Zulkifli sebagai tersangka.
Sebelum menetapkan tersangka, penyidik telah
memeriksa sejumlah saksi. Kemudian, ditambah dengan keterangan ahli untuk
menilai apakah ada unsur pidana dalam penyampaian Zulkifli.
Zulkifli dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto
Pasal 45B UU Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b UU
Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Tribunnews.com
loading...
Comments
Post a Comment