loading...
Tidak dapat dipungkiri, bencana banjir bisa
terjadi kapan saja dan di mana saja. Sepanjang periode antara tahun 1900 hingga
2015, banjir besar sering terjadi d berbagai belahan dunia, terutama daratan
benua Asia.
Dilansir dari laman WorldAtlas.com pada Senin
(5/2/2018), bencana banjir besar kerap memengaruhi perekonomian lokal, yakni
berupa kerugian akibat kerusakan maupun terhambatnya kegiatan ekonomi.
Tidak tanggung-tanggung, kerugian yang
disebabkan oleh banjir bisa mencapai miliaran, bahkan triliuan rupiah,
tergantung di mana lokasi terjadinya.
Jika banjir melanda kawasan industri, seperti
yang pernah terjadi di Thailand pada 2011 silam, maka kerugian ekonominya bisa
menjadi berkali-kali lipat, dan bahkan berdampak pada perekonomian nasional.
Banjir jika tidak selalu disebabkan oleh
hujan deras, melainkan juga beberapa faktor lain, seperti bencana alam
misalnya.
Berikut adalah empat banjir terbesar yang pernah terjadi di era modern.
1. Banjir Thailand (2011) – Kerugian Rp 540 Trilun
Pesawat saat berada di Bandara Internasional
Don Mueang di Bangkok, Thailand, setelah banjir pada tahun 2011. Pilot harus
bersaing dengan lapangan golf tepat di sebelah landasan. (Dailymail)
Bencana banjir akibat hujan deras selama
berhari-hari itu mengakibatkan tewanya 427 korban, terutama di bagian tengah
dan selatan Thailand.
Menurut Konvensi Kerangka PBB untuk Perubahan
Iklim (UNFCCC), bencana banjir besar di Thailand terjadi karena curah hujan
yang semakin tinggi pada pergantian tahun 2010 ke 2011. Saat itu curah hujan
tercatat 2.700 milimeter, lebih tinggi dari rata-rata yang hanya berkisar pada
angka 2.200 milimeter per tahun.
Kerugian yang disebabkan oleh banjir besar
tersebut konon mencapai US$ 40 miliar, atau sekitar Rp 540 triliun, dan
membutuhkan waktu hampir seminggu untuk surut.
2. Banjir Sungai Kuning China (1980) – Kerugian Rp 405 Triliun
Puluhan warga berburu ikan di Sungai Kuning
yang tengah surut di Pinglu, Shanxi, China (9/7/2015). Walaupun beresiko, Warga
tetap nekat turun ke sungai mencari ikan yang banyak ditemukan di permukaan
akibat terhempas gelombang banjir. (REUTERS/China)
Luapan sungai Kuning pada tanggal 1 Juli 1980
menyebabkan bencana banjir yang luar biasa besarnya di beberapa wilayah di
tengah China.
Bukan hanya kota dan kawasan pemukiman yang
terendam banjir, melainkan juga kwasan pertanian padi dan ladang jagung mengalami
hal serupa.
Akibatnya, beberapa tanaman pangan rusak.
Petani pun terpaksa panen dini, sehingga mengakibatkan jatuhnya harga jual
produksi pangan di pasaran.
Banjir tersebut konon mengakibatkan kerugian
hingga US$ 30 miliar, atau sekitar Rp 405 triliun.
3. Banjir Guizhou di China (2010) – Kerugian Rp 243 Triliun
Suasana kawasan yang terendam banjir di
Loudi, provinsi Hunan (2/7). Curah hujan yang tinggi membuat air sungai
Xiangjiang meluap dan mengakibatkan banjir di provinsi Hunan. (AFP Photo/Str/China
Out)
Meskipun bernilai kerugian lebih rendah
dibandingkan banjir yang terjadi sebelumnya di China, namun banjir ini justru
menyebabkan jatuhnya korban yang cukup tinggi, yakni 392 orang meninggal dan
232 orang dilaporkan hilang.
Korban jiwa yang banyak itu disebabkan oleh
karakter banjir bandang, yakni banjir yang turut menyebabkan bencana longsor
dan arus deras.
Kerugian yang disebabkan oleh banjir ini
diperkirakan mencapai US$ 18 miliar, atau sekitar Rp 243 triliun.
4. Banjir India dan Pakistan (2014) - Kerugian Rp 216 Triliun
Sebuah mobil yang ditinggalkan di jalanan
terendam banjir akibat hujan lebat mengguyur kota Mumbai, India, Selasa (29/8).
Beberapa daerah di Mumbai telah terendam oleh banjir dan melumpuhkan beberapa
fasilitas umum. (AP Photo/Rajanish Kakade)
Sungai Chenab meluap menyebabkan "banjir
super," yang menghancurkan rumah dan ternak di 600 desa di daerah
Gujranwala dan Sialkot pada September 2014.
Banjir yang terjadi selama seminggu itu
menewaskan 280 orang di kawasan Punjab, yakni kawasan perbatasan uatam kedua
negara. Kematian para korban dipicu oleh banjir dan tanah longsor di wilayah
pegunungan Kashmir yang terbagi antara India dan Pakistan.
Banjir itu menyebabkan sebanyak 22 ribu orang
di India terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Begitu besarnya dampak banjir
yang terjadi, membuat otoritas kedua negara menyebut bencana itu sebagai
bencana lintas nasional, dan mengesampingkan sementara tensi di antara kedua
negara demi operasi penyelamatan.
Bencana banjir itu disebut menyebabkan
kerugian hingga US$ 16 miliar, atau sekitar Rp 216 triliun.
Bagaimana dengan Jakarta?
Banjir di Jakarta menurut World Atlas tidak
termasuk 10 terbesar yang mengakibatkan kerugian dalam jumlah materi. Banjir
Jakarta tahun 2015, kerugian mencapai Rp 1,5 triliun per hari.
Angka itu, jelas di bawah banjir-banjir besar
sejumlah negara lainnya.
Meski dibilang tak terlalu merugikan, namun
ada masalah dengan kota Jakarta.
Seorang jurnalis media ternama asal Amerika
Serikat, The New York Times pada akhir 2017 lalu memaparkan tentang potensi
tenggelamnya Jakarta yang semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang.
"Aneh rasanya. Dari tahun ke tahun, air
laut semakin mendekat ke daratan," kata seorang warga Jakarta kepada
Michael Kimmelman, sang jurnalis TNYT yang menulis artikel tersebut.
Perubahan iklim membuat air Laut Jawa di
kawasan Jakarta mengalami peningkatan. Cuaca ekstrem yang melanda kota yang
dulu bernama Batavia itu, semakin memperparah keadan.
Banjir, kata Kimmelman, menjadi masalah rutin
menahun. Awal tahun 2017 saja, luapan air ekstrem membuat Jakarta yang
berpenduduk 30 juta jiwa, sontak lumpuh beraktivitas.
Akan tetapi, menurut pakar klimatologi Irvan
Pulungan kepada TNYT, perubahan iklim bukan satu-satunya problema.
Masalah lain adalah aktivitas pembangunan
berskala besar yang tak memerhatikan dampak lingkungan, kurangnya perencanaan
tata kota, minimnya saluran pembuangan yang optimal, dan bangunan besar yang
menenggelamkan tanah hingga lebih rendah dari permukaan air laut, adalah suatu
masalah pelik, kompleks dan telah mengakar di Jakarta. liputan6.com
loading...
Comments
Post a Comment