loading...
Badan Pekerja Kontras menyampaikan sikapnya
menjelang pertemuan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) Zeid Ra'ad Al Hussein dengan Presiden Joko Widodo di Istana
Presiden Jakarta, pada Selasa (6/2/2018).
Koordinator Kontras Yati Andriani mengatakan,
Indonesia sudah memasuki era reformasi hampir 20 tahun. Namun, Indonesia masih
belum menyelesaikan beban masa lalunya, yakni berbagai perkara pelanggaran HAM
berat yang terjadi di masa lalu.
"Ketidakmampuan dan kegagalan Pemerintah
Indonesia ditandai dengan mandeknya sembilan kasus pelanggaran HAM berat yang
diselidiki Komnas HAM," ujar Yati melalui siaran persnya, Selasa pagi.
"Hingga saat ini, Jaksa Agung menolak
menyelidiki kasus-kasus itu serta parlemen tidak mengambil peran politiknya
untuk merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM berat," kata dia.
Khusus perkara HAM penghilangan paksa yang
terjadi periode 1997-1998 dan peristiwa pembunuhan massal 1965-1966, parlemen
sebenarnya sudah mengeluarkan rekomendasi. Namun, menurut Yati, sampai saat ini
Presiden Joko Widodo belum menindaklanjuti rekomendasi itu.
Dalam perkara pembunuhan aktivis HAM Munir
juga demikian. Dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) yang seharusnya berada di bawah
tanggung jawab Sekretariat Negara malah tidak diketahui keberadaannya.
"Dan Presiden tidak menunjukkan iktikad
baiknya untuk segera mengumumkan hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta kepada
publik," ujar Yati.
Masuknya sejumlah tokoh yang diduga terlibat
pelanggaran HAM berat masa lalu ke lingkaran kekuasaan dinilai telah merusak
agenda para pencari keadilan.
Yati menilai, mereka menyandera otoritas
negara dan semakin membuat sulit setiap upaya menyeret mereka ke pengadilan.
Di sisi lain, lanjut Yati, alih-alih
menindaklanjuti penyelidikan Komnas HAM soal kasus pelanggaran HAM berat masa
lalu, pemerintah malah mengampanyekan rekonsiliasi dalam kasus pelanggaran HAM
berat masa lalu tertentu. Salah satunya dengan berupaya membentuk Dewan
Kerukunan Nasional.
Di tengah situasi demikian, Kontras terus
mendesak badan-badan HAM, salah satunya Komisaris Tinggi HAM Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) Zeid Ra'ad Al Hussein untuk sungguh-sungguh mengambil peran
signifikan dan substansial mendorong pemerintah Indonesia menuntaskan janjinya
soal penyelesaian kasus HAM berat masa lalu.
"Kami mendesak Komisaris Tinggi HAM PBB
untuk, pertama, mendesak Presiden Indonesia mengambil langkah-langkah politik
untuk menyelesaikan berbagai kemacetan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa
lalu sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan bagi para korban," ujar Yati.
Selain itu, Kontras juga mendesak Zeid untuk
mendorong Jaksa Agung dan Pengadilan HAM untuk menjalankan fungsinya
menyelidiki kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ketiga, Kontras meminta Zeid untuk
mengingatkan pemerintah Indonesia untuk menghindari cara-cara penyelesaian
pelanggaran HAM berat masa lalu yang tidak berkesuaian dengan aturan hukum dan
prinsip-prinsip hak korban.
"Terakhir, kami mendesak Zeid
mempersoalkan Presiden Jokowi yang mengangkat terduga pelanggar HAM dalam
kabinetnya dan memberikan posisi strategis kepada para terduga pelanggar HAM
dalam lingkaran kekuasaannya," ujar Yati. kompas.com
loading...
Comments
Post a Comment