loading...
Konten media sosial termasuk sebagai objek yang
dapat diciduk oleh mesin pemburu konten negatif milik Kementerian Komunikasi
dan Informatika.
Namun, menyensor konten yang ada di media sosial
bukanlah kewenangan Kominfo. Melainkan jadi tugas dari penyelenggara sistem
elektronik (PSE), alias si pemilik layanan media sosial atau aplikasi lainnya
itu sendiri.
Untuk itu, pemerintah telah membuat kesepakatan
dengan penyelenggara media sosial (medsos) terkait. Kepala Sub Direktorat
Penyidikan Kemenkominfo Teguh Arifiyandi menyatakan ada sembilan media sosial
yang sudah mereka gandeng untuk menangkal konten negatif.
Sembilan medsos itu adalah Facebook, Google,
Twitter, Telegram, WhatsApp, Blackberry Messenger (BBM), Instagram, Line, dan
Bigo.
Daru sembilan layanan PSE yang disebut, empat
diantaranya memang menyediakan layanan media sosial, seperti Facebook, Google,
Instagram, dan Twitter. Sementara sisanya adalah penyedia layanan perpesanan.
"Nanti kami pasti akan menambah medsos yang
diajak kerja sama," ujar Teguh yang juga mengepalai tim Cyber Drone 9
selaku pelaksana operasi mesin pengais, saat dihubungi melalui sambungan
telepon, Rabu (3/1).
Kolaborasi pemerintah dengan media sosial terkait
berupa prioritas laporan, yang artinya setiap aduan pemerintah dijanjikan bakal
ditangani pertama ketimbang aduan pengguna lainnya.
Dengan kemampuan identifikasi mesin
crawling yang cepat, Teguh memperkirakan konten
negatif di media sosial bisa ditarik dalam kurun lima menit dan paling lama
tiga jam.
Namun tak setiap permintaan mencabut konten dari
pemerintah pasti akan dikabulkan oleh media sosial. Aduan dari pemerintah pun
harus didasari oleh bukti yang kuat sesuai syarat dan ketentuan yang dipakai
oleh media sosial terkait.
"Bisa juga terjadi seperti itu," imbuh
Teguh.
Itu sebabnya dalam proses akhir penapisan
menggunakan mesin crawling ini, Kemenkominfo mengandalkan peran manusia sebagai
verifikator.
Harapannya, setiap permintaan melenyapkan suatu
konten akan diikuti bukti dan argumen yang relevan sebelum diserahkan ke pihak
media sosial.
Konten negatif di media sosial salah satu yang
paling merepotkan bagi pemerintah. Sifat penyebarannya yang cepat, literasi
digital masyarakat yang belum mapan, dan komitmen media sosial dalam memerangi
konten terlarang cukup membikin pemerintah kewalahan.
Contoh terbaik adalah bagaimana informasi hoaks
yang ramai mengisi beranda media sosial selama masa pemilihan umum, entah itu
pilkada maupun pilpres. cnnindonesia.com
loading...
Comments
Post a Comment