loading...
"Saya kira masih ada waktu sebelum 30 hari. Presiden menjadi dilema, karena satu sisi muncul penolakan publik, tapi satu sisi partai-partai koalisi pemerintah justru menjadi motor revisi RUU MD3," kata Arya kepada detikcom, Rabu (28/2/2018).
Dilema yang dimaksud, menurut Arya, jika Jokowi menandatangani UU MD3 khawatir akan menjadi sorotan publik. Sebaliknya, jika Jokowi tak teken, hubungannya dengan partai pendukungnya akan terganggu.
"Dilema karena kalau presiden teken, presiden takut mendapatkan sorotan publik. Kalau nggak diteken akan menganggu hubungan dengan koalisi," tuturnya.
Arya juga menuturkan, posisi pemerintah terkait UU MD3 tersebut tidak ada kejelasan. "Posisi pemerintah juga nggak jelas terkait RUU (MD3). Presiden nggak pernah berkomentar karena merasa nggak enak dengan PDIP yang jadi 'motor' revisi UU," ungkapnya.
Sebelumnya, empat pakar hukum dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan. Mereka dimintai pandangan mengenai UU MD3 dan RKUHP.
Empat pakar hukum tersebut yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, Maruarar Siahaan dan Edward Omar Sharif Hiariej. Mereka diundang Jokowi ke Istana Kepresidenan untuk minum teh sambil membahas hukum di Indonesia.
"Jadi, yang dilakukan pertama adalah minum teh. Kan sering sama Presiden kita minum teh. Lalu yang kedua diskusi soal masalah-masalah hukum yang sekarang menjadi perhatian," ujar Mahfud MD di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/2). detik.com
loading...
Comments
Post a Comment