loading...
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno, melihat pembuatan tagar #2019GantiPresiden sebagai bagian dari upaya agitasi dan propaganda untuk meruntuhkan kredibilitas pemerintah yang sedang berkuasa. "Itu biasa saja dalam politik," kata Adi saat dihubungi, Jumat, 6 April 2018.
Tagar tersebut, kata dia, juga bisa dimaknai sebagai bahasa oposisi pemerintah yang menunjukkan sikap berbeda dengan penguasa saat ini sekaligus menggiring opini agar tidak memilih penguasa yang sama dalam pemilu presiden 2019.
Adi menilai kemasan bahasa dalam tagar tersebut juga sangat to the point, provokatif, dan mudah diingat sebagai bahan propaganda. "Tak perlu ilmiah, yang penting pesan provokasinya mudah dicerna masyarakat. Justru kalau ilmiah dan njlimet sukar dipahami," ujarnya.
Adi menilai kemasan bahasa dalam tagar tersebut juga sangat to the point, provokatif, dan mudah diingat sebagai bahan propaganda. "Tak perlu ilmiah, yang penting pesan provokasinya mudah dicerna masyarakat. Justru kalau ilmiah dan njlimet sukar dipahami," ujarnya.
Menurut Adi, tagar #2019GantiPresiden merupakan bagian dialektika berdemokrasi sehingga tidak perlu direspons berlebihan. Apalagi sudah ada tagar tandingannya, yakni #2019duaperiode untuk Joko Widodo atau Jokowi. Dua tagar itu, dia melanjutkan, menjadi uji materi siapa yang lebih kuat. "Ini bagus untuk kesehatan demokrasi kita. Untuk menghindari pentas monolog satu kekuatan politik tertentu," ucapnya.
Sebelumnya, politikus Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, mengusung gerakan #2019GantiPresiden melalui Twitter. Dia mengatakan mengusung gerakan ini untuk mendidik masyarakat dalam berpolitik. "Gerakan #2019GantiPresiden akan memberikan data, analisa untuk menyodorkan calon lain yang lebih baik agar dipilih pada pilpres 2019," tuturnya, Rabu, 4 April 2018.
Dia juga mengatakan gerakan ini merupakan antitesis gerakan yang sudah bergulir, yaitu Dua Periode untuk Presiden Joko Widodo. Demokrasi, kata dia, memerlukan kompetisi bila ingin berjalan lebih baik. "Dibanding Liga Inggris atau Piala Dunia 2018 sekalipun, kompetisi pilpres 2019 justru jauh lebih penting, lebih signifikan dan ber-impact tinggi bagi rakyat Indonesia," katanya.
Lewat gerakan ini, dia berharap kompetisi dalam pilpres akan lebih berisi agar problem bangsa bisa selesai. Kompetisi itu, dia menambahkan, harus lebih pada gagasan tentang utang negara, masalah dunia usaha, dan soal demokrasi. "Memang gerakan #2019GantiPresiden kesannya seperti kejam, tapi bahasa lugas kadang diperlukan agar kita sadar," ujarnya. tempo.co
Sebelumnya, politikus Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, mengusung gerakan #2019GantiPresiden melalui Twitter. Dia mengatakan mengusung gerakan ini untuk mendidik masyarakat dalam berpolitik. "Gerakan #2019GantiPresiden akan memberikan data, analisa untuk menyodorkan calon lain yang lebih baik agar dipilih pada pilpres 2019," tuturnya, Rabu, 4 April 2018.
Dia juga mengatakan gerakan ini merupakan antitesis gerakan yang sudah bergulir, yaitu Dua Periode untuk Presiden Joko Widodo. Demokrasi, kata dia, memerlukan kompetisi bila ingin berjalan lebih baik. "Dibanding Liga Inggris atau Piala Dunia 2018 sekalipun, kompetisi pilpres 2019 justru jauh lebih penting, lebih signifikan dan ber-impact tinggi bagi rakyat Indonesia," katanya.
Lewat gerakan ini, dia berharap kompetisi dalam pilpres akan lebih berisi agar problem bangsa bisa selesai. Kompetisi itu, dia menambahkan, harus lebih pada gagasan tentang utang negara, masalah dunia usaha, dan soal demokrasi. "Memang gerakan #2019GantiPresiden kesannya seperti kejam, tapi bahasa lugas kadang diperlukan agar kita sadar," ujarnya. tempo.co
loading...
Comments
Post a Comment