loading...
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, pendekatan hard power yang lebih mengedepankan penggunaan tindakan pencegahan sebelum aksi teror dilakukan sangat diperlukan, tetapi belum cukup untuk mencegah terjadinya aksi terorisme.
“Sudah saatnya kita juga menyeimbangkan dengan pendekatan soft power,” kata Presiden Jokowi saat menyampaikan pengantar pada rapat terbatas (Ratas) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/5) siang.
Pendekatan soft power yang dilakukan, menurut Presiden, bukan hanya dengan memperkuat program deradikalisasi kepada mantan napi teroris, tetapi juga memperhatikan lembaga-lembaga mulai dari TK, SD, SMP, SMA, SMK, Perguruan Tinggi, dan ruang-ruang publik, mimbar-mimbar umum dari ajaran-ajaran ideologi terorisme.
Menurut Presiden, langkah preventif ini menjadi penting melihat pada serangan teror bom bunuh diri di Surabaya, di Sidoarjo yang mulai melibatkan keluarga, perempuan, dan anak-anak di bawah umur.
“Ini menjadi sebuah peringatan kepada kita semuanya, menjadi wake up call betapa keluarga telah menjadi target indoktrinasi ideologi terorisme,” ujar Presiden Jokowi seraya menekankan, bahwa ideologi terorisme telah masuk kepada kita, ke sekolah-sekolah kita.
Untuk itu, Presiden Jokowi meminta agar pendekatan hard power dan soft power ini dipadukan, diseimbangkan, dan saling menguatkan sehingga aksi pencegahan dan penanggulangan terorisme ini bisa berjalan jauh lebih efektif lagi.
Kejahatan Luar Biasa
Sebelumnya pada awal pengantarnya, Presiden Jokowi mengingatkan, bahwa terorisme adalah kejahatan yang luar biasa terhadap negara, terhadap bangsa, dan juga terhadap kemanusiaan. Hampir semua negara di dunia menghadapi ancaman kejahatan terorisme ini.“Ancaman terorisme bukan hanya terjadi di negara-negara yang sedang dilanda konflik, tapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, di Uni Eropa juga sedang menghadapi ancaman yang sama,” ujar Presiden Jokowi.
Karena merupakan kejahatan yang luar biasa, maka menurut Presiden, terorisme juga harus dihadapi, dilawan, diperangi juga dengan cara-cara yang juga luar biasa.
Menurut Presiden, selama ini fokus perhatian kita lebih banyak pada pendekatan hard power, dengan lebih mengedepankan penggunaan tindakan pencegahan sebelum aksi teror dilakukan, dengan penegakan hukum yang tegas, keras, dan tanpa kompromi dengan memburu dan membongkar jaringan teroris sampai ke akar-akarnya.
Namun meskipun sangat diperlukan, Presiden menilai, pendekatan hard power itu belum cukup. Menurut Presiden, sudah saatnya pendekatan hard power itu diseimbangkan dengan pendekatan soft power.
Rapat Terbatas tentang Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme ditu dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara Prattikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, Menteri Pertahanan Ryamizard Riyacudu, Menteri Hukum dan HAM Yasona M Laily, Menkominfo Rudiantara, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, Menteri Kesehatan Nila F Moelok, Mendiknas Muhajir Effendi, Menteri PANRB Asman Abnur, Jaksa Agung M Prasetyo, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Tito Karnavian, dan Kepala BIN Budi Gunawan. setkab.go.id
loading...
Comments
Post a Comment