loading...
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terus mengingatkan kepada para Pegawai Negeri Sipil (PNS ) agar tidak terlibat dalam penyebaran paham radikalisme . Ada sanksi bagi PNS yang kedapatan melakukan hal tersebut.
Adapun sanksi yang dapat dijatuhkan itu tergantung pada kesalahan PNS yang bersangkutan, apakah mengikuti hukum disiplin kepegawaian saja atau terindikasi sebagai tindak hukum pidana.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Kementerian PANRB, Herman Suryatman menegaskan, PNS sebagai abdi negara harus terus patuh terhadap Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila.
"Dalam UU ASN kan tercantum nilai-nilai dasar ASN, di mana setiap ASN harus setia dan taat kepada UUD 1945 yang sah, serta memegang teguh ideologi Pancasila," jelasnya saat berbincang dengan Liputan6.com , Jakarta, Senin (21/5/2018).
Herman pun menjelaskan, pemerintah akan langsung menindaktegas bila
PNS tertangkap melakukan tindak indisipliner yang bertentangan dengan hukum kepegawaian.
PNS tertangkap melakukan tindak indisipliner yang bertentangan dengan hukum kepegawaian.
"Apabila ada pelanggaran seperti itu, maka pejabat pembina kepegawaian yang akan memberikan sanksi. Seperti kalau di tingkat kota atau kabupaten itu wali kota atau bupati, dan provinsi itu gubernur," terang dia.
"Kalau berdasarkan hukum disiplin kepegawaian, sanksi yang diberikan pun tergantung, apakah itu termasuk pelanggaran yang ringan, sedang atau berat," tambahnya.
Sementara, bila seorang PNS terjerembap ke dalam unsur hukum pidana, dia mengungkapkan, pemerintah akan mengikuti proses hukum dan keputusan pengadilan yang bersifat incraht (berkekuatan hukum tetap).
Herman menyimpulkan, bentuk hukuman yang diberikan oleh pemerintah juga nantinya akan mengikuti keputusan hukum pidana yang diterima oleh PNS bersangkutan.
"Seperti contoh, jika yang bersangkutan terindikasi tindak pidana yang dilakukan secara berencana, atau kena hukuman (penjara) paling singkat dua tahun berdasarkan keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, itu akan dikenakan pemberhentian dengan tidak hormat," tutur Herman.
BKN Akui Ada PNS Penganut Paham Radikalisme
Pemerintah diminta untuk membersihkan lembaga pemerintahan dari pegawai negeri sipil (PNS) yang memiliki atau menyebarkan paham radikalisme. Upaya ini dilakukan dengan tujuan menutup celah berkembangnya radikalisme yang menjadi akar dari aksi-aksi terorisme belakangan ini.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengaku, tidak memiliki data pasti terkait PNS yang terlibat dalam paham radikalisme. Namun demikian, potensi paham tersebut menyebar dalam lingkungan PNS tetap ada.
"Saya tidak punya datanya, tapi barang kali saja ada," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (20/5/2018).
Dia mengungkapkan, penyebaran paham radikalisme seperti ini bisa berjalan cepat dan tidak diketahui oleh masyarakat. Pasalnya, pasca era reformasi, pengawasan terhadap masuknya paham-paham seperti ini menjadi lebih longgar.
"Selama reformasi ini kan kita tidak terlalu ketat mengawasi hal seperti itu. Itu dianggap kebebasan berserikat dan berpendapat," kata Bima.
Dia mencontohkan, saat adanya keputusan larangan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tahun lalu, ternyata ada sejumlah PNS yang terindikasi menjadi anggota organisasi tersebut. Sebab sebelumnya memang tidak ada larangan lantaran HTI dulunya merupakan organisasi yang legal.
"(Sebagai contoh) Sampai saat ini pun HTI masih menganggap itu kebebasan berpendapat dan berserikat yang diatur dalam UUD, tapi baru sekarang ini ada keputusan pengadilan bahwa HTI dilarang. Kalau sebelum dicabut, ya tidak apa-apa menjadi anggota HTI, orang sebelumnya organisasi legal. Tapi sekarang ini, apakah mereka (PNS) masih terlibat dalam kegiatan-kegiatan itu, nah ini yang harus kita lihat," lanjut dia.
Namun demikian, BKN menyatakan jika pemerintah saat ini juga telah secara ketat dan tegas untuk melarang PNS terlibat dalam organisasi yang berpaham radikal dan melanggar Pancasila.
"Tapi dari sisi aturan sudah sangat tegas. Dari mereka masuk CPNS sudah harus bersumpah pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan lain-lain. Jadi banyak sekali aturan yang melarang mereka untuk melakukan seperti itu," tandas dia. liputan6.com
loading...
Comments
Post a Comment